Bandara DEO Gandeng Pemerintah Bahas Strategi Penguatan Pelayanan apenerbangan

Otoritas Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong bersama Pemerintah Papua Barat Daya dan Pemerintah Kota Sorong ditambah kementerian/lembaga vertikal bahas strategi penguatan untuk mengoptimalisasi pelayanan penerbangan dan upaya menekan inflasi transportasi udara.

Kepala Bandara DEO Sorong, Cece Tarya, di Sorong, Selasa, menjelaskan rapat koordinasi ini tujuannya adalah menyatuhkan komitmen dan langkah dalam rangka bagaiaman meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Papua Barat Daya melalui upaya optimalisasi pelayanan penerbangan di Bandara DEO Sorong sebagai upaya pengendalian laju inflasi tranaportaso udara.

Dia menyebutkan, ada tiga hal pokok yang dibahas pada rapat koordinasi lintas sektoral itu, pertama, Bandara DEO Sorong sebagai bandara domestik bisa melayani penerbangan internasional dengan tidak terjadwal.

“Kita bisa membuka diri dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Papua Barat Daya,” kata dia setelah mengikuti kegiatan rapat koordinasi lintas sektoral di Kota Sorong.

Menurut dia, Bandara DEO Sorong dimungkinkan untuk membuka penerbangan internasioal berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 40 tahun 2023 pasal 41 tentang kebandaraudaraan. Atas kebutuhan tertentu bisa disampaikan kepada Menteri Perhubungan terkiat pelayanan internasional untuk satu bandara domestik.

Ini dimungkinkan jika ada 100 ribu kunjungan wisatawan mancanegara per tahun ke Papua Barat Daya. Karena itu diperlukan adanya keterlibatakan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota untuk bagaimana menghadirkan kunjungan wisatawan mancanegara di wilayah ini guna mendukung kebutuhan pelayanan penerbangan internasional

“Fasilitas kita untuk menunjang itu harus mendukung kehadiran wisatawan mancanegara baik hotelnya, transportasi darat, laut dan udara. Ini kerja kita bersama supaya potensi wisata kita bisa maju dan perekonomian Papua Barat Daya pun mengalami peningkatan,” ujarnya.

Kemudian, hal kedua yang ikut dibahas dalam rapat koordinasi itu adalah harga tiket transportasi udara. “Upayanya adalah bagaimana membangun satu kesetaraan keterisian tepat duduk (seat) sehingga maskapai pun merasa nyaman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya.

Terwujudnya harga tiket dan keterisian seat ini, sebut dia, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah untuk membangun komunikasi dengan pemerintah pusat guna mengeluarkan kebijakan tentang masalah harga aftur yang menjadi bagian sumbangsi terbesar terhadap tarif tranaportasi udara
antara 30 persen hingga 70 persen.

“Kenapa harga aftur di Sorong lebih mahal berkisar Rp16.100 sementara di Bajo dan Lombok Rp13.800, karena tadi dalam diskusi disampaikan bahwa pusat pengolahan aftur ada di Balongan, kemudian didistribusi ke Ambon lalu selanjutnya baru disebar ke wilayah Indonesia Timur,” katanya.

Ketika, kata dia, harga aftur di Sorong disamakan harganya dengan Bajo dan Lombok, maka ini akan meredam harga tiket menjadi stabil dan berdampak baik terhadap pengendalian inflasi transportasi udara teratasi secara baik dan maksimal.

“Selain itu keterisian seat pun harus menjadi perhatian minimal masing-masing maskapai ada keterisian seatnya 70 persen, supaya pelayanan transportasi udara pun berjalan aman, lancar,” katanya.

Menurut dia, seluruh upaya optimalisasi pelayanan penerbangan di Bandara DEO Sorong hanya bisa dilakukan atas keterlibatan seluruh stakeholder khususnya pemerintah daerah.

Kepala Dinas Perhubungan Pemprov Papua Barat Daya, Viktor Salossa menjelaskan pada intinya pemerintah akan terus mendukung langka konkret dari Bandara DEO Sorong untuk mengoptimalisasi pelayanan penerbangan di wilayah itu.

“Kita sudah bahas bersama terkait dengan kondisi ini, nanti pun kita akan terus bahas secara jenjang di internal pemerintah terkait dengan kondisi seat maskapai penerbangan di Bandaea DEO Sorong,” ujarnya.

Kemudian, terkait harga aftur di Sorong, kata dia, sudah ada pintu masuk untuk bisa dibicarakan, karena harga aftur di Labuhan Bajo lebih murah dari Sorong karena di sana ada kawasan ekonomi khusus (KEK) dan proyek strategis nasional (PSN).

“Dua komponen itu juga ada di Papua Barat Daya, jadi saya pikir ini sudah ada pintu masuk untuk dibicarakan,” katanya.

Pada prinsipnya bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya sangat mengharapkan kolaborasi dan kerja sama sesuai dengan motto provinsi ke-38 “Kitong Kuat Karena Kitorang Satu”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *