Sorong,PbP- Buntut dari laporan polisi (LP) yang dibuat Manawir Fincen Paul Mayor (MFPM) pada 27 April 2023 di Markas Polresta Sorong Kota, Amus Yanto Ijie sebagai terlapor, balik lapor MFPM ke Mapolresta Sorong Kota, Kamis (4/5/2023).
Didampingi sejumlah warga dari tujuh suku wilayah Doberai Papua Barat Daya, Yanto Ijie secara resmi membuat laporan polisi di Mapolresta atas pencemaran nama baik dan pengancaman terhadap dirinya yang diduga dilakukan oleh saudara MFPM dan dua oknum mahasiswa. Usai membuat LP, Amus Yanto Ijie yang adalah Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Papua Barat Daya ini langsung memberikan keterangan pers.
“Hari ini saya datang ke Polresta Sorong bersama-sama dengan teman-teman keluarga besar Dewan Adat Suku (DAS) tujuh suku asli Papua wilayah adat Doberai. Kami membuat laporan polisi (LP) atas pencemaran nama baik dan pengancaman yang ditujukan kepada saya pada beberapa media online dan juga melalui youtube. Kami sudah membuat laporan dan sudah diterima pihak Polresta. Juga sudah dilakukan pemeriksaan awal oleh Penyidik,”jelas Yanto Ijie.
“Kami pada prinsipnya tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Artinya bahwa saya sebelumnya dilaporkan ke Mapolresta oleh saudara Manawir Fincen Paul Mayor dengan membawa massa dengan aksi-aksinya, tetapi kami hari ini datang ke Mapolresta tidak membawa massa untuk aksi-aksi sebagaimana yang mereka lakukan tetapi saya datang ke Mapolresta ini hanya didampingi kurang lebih 20 orang,”sambung Yanto Ijie dalam keterangannya itu.
Yanto katakan bahwa sebagai warga Negara yang baik dan taat hukum, dia siap jika dipanggil penyidik Polresta untuk memberikan keterangan terkait laporan polisi saudara Manawir Fincen Paul Mayor beberapa waktu lalu.
“Namun saya juga meminta kepada saudara Manawir Fincen Paul Mayor bersama dua adik mahasiswa siap juga jika dipanggil oleh Penyidik untuk memberikan keterangan atas laporan pencemaran nama baik dan pengancaman terhadap saya,”pinta dia.
Kemudian ia berharap kepada pihak Polresta menangani perkara ini secara baik dan adil karena menurutnya semua yang terlibat dalam persoalan tersebut, sama di mata hukum.
“Jika saya dipanggil penyidik pasti saya datang, mereka juga harus demikian, kalau dipanggil penyidik mereka harus datang,” tegasnya.

Mengenai ada tidaknya unsur pidana dalam persoalan ini, Yanto Ijie berujar bahwa itu ranahnya penyidik.
“Kami hanya membuat laporan saja, memenuhi unsur pidana atau tidak itu nanti kembali kepada gelar perkara dari pihak kepolisian. Kalau masuk unsur pidana oke silahkan proses.
Tetapi kalau tidak masuk pidana juga silahkan. Intinya bahwa hari ini saya datang untuk menyampaikan laporan secara resmi kepada kepolisian,”kata ketua Fopera Papua Barat Daya ini.
Lebih lanjut dia menjelaskan secara detail masalah sehingga kedua pihak bisa saling lapor melapor. Bahwa dia lapor balik MFPM karena sebelumnya MFPM membawa massa ke Mapolresta Sorong Kota melaporkan dirinya selaku Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Provinsi Papua Barat Daya, yang juga bagian dari anggota Tim Deklarator Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya.
“Dia (Fincen Paul Mayor) bawa massa laporkan saya ke kepolisian atas beberapa pernyataan konferensi pers saya di media,”ujarnya.
Yanto kembali tegaskan pernyataannya yang termuat di media sama sekali tidak menyerang, tidak memfitnah atau tidak merendahkan suku atau komunitas tertentu.
“Mereka salah persepsi, mereka berpikir saya sedang melakukan pencemaran nama baik, padahal sebenarnya tidak demikian, tetapi pernyataan saya itu terkait wilayah adat kami. Saya ketua Fopera Papua Barat Daya membicarakan kepentingan dan masa depan tujuh suku yang ada di wilayah adat Doberai Papua Barat /Papua Barat Daya. Kami bicara afirmasi 7 suku, kami harus bicara karena kami berjuang menghadirkan Provinsi Papua Barat Daya di wilayah adat kami,” terang Yanto Ijie .
Ketua Fopera Papua Barat Daya ini menilai, tindakan atau aksi MFPM yang melaporkan dirinya di Mapolresta dengan membawa massa di depan public adalah satu bentuk pencemaran nama baik.
“Kami merasa dihina dan direndahkan dan juga dilemahkan oleh pernyataan-pernyataan saudara Fincen Paul Mayor yang dilakukan secara masif untuk melemahkan perjuangan kami selama 16 tahun menghadirkan Papua Barat Daya,”ungkap Yanto Ijie.
Yanto Ijie menyebutkan , bahwa pernyataan MFPM yang lebih menonjol adalah MFPM mengatakan Provinsi Papua Barat Daya ini hadir karena adanya revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua sehingga tidak boleh ada siapa pun orang tertentu, kelompok tertentu maupun suku tertentu yang mengklaim atau menepuk dada bahwa merekalah yang berjasa menghadirkan Provinsi Papua Barat Daya, sehingga seenaknya mereka mengatur pemerintahan.
“Khusus terhadap pernyataan ini, Saya tegaskan bahwa pernyataan ini merendahkan perjuangan masyarakat selama 16 tahun berjuang menghadirkan Provinsi Papua Barat Daya ini,”ungkapnya.
Menurut Yanto, MFPM tidak tahu sejarah historis perjuangan Provinsi Papua Barat Daya yang diperjuangkan oleh rakyat asli Doberai selama 16 tahun.
“Pada kesempatan ini saya mau bilang saudara Fincen Paul Mayor harus tahu bahwa Provinsi Papua Barat Daya ini diperjuangkan yang mana awalnya dideklarasikan pada bulan Januari 2007, itu berdasarkan pasal 76 UU Otsus. Sehingga hari ini kalau dia sampaikan bahwa Provinsi hadir karena revisi UU Otsus itu salah dan keliru,”pungkas Yanto.
Dia menegaskan , provinsi Papua Barat Daya hadir dari awal berdasarkan UU Otsus mulai dari proses perjuangannya.
“Jadi kalau dikatakan provinsi ini hadir karena revisi UU Otsus itu salah. Karena provinsi ini secara administrasi teknis dan formal, awal mulanya sudah memenuhi syarat dan awalnya sudah ada rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), DPR Provinsi Papua Barat, dan juga Gubernur Papua Barat. Revisi Otsus terjadi di ayat 2 dan ayat 3 pasal 76,”jelasnya.
Yanto juga kembali mempertanyakan status MFPM sebagai ketua Dewan Adat Papua (DAP) Doberai Wilayah III. “Apakah Fincen Paul Mayor orang asli Doberai, kapan dipilih, kapan dikukuhkan oleh masyarakat asli Doberai. Yang kedua, dia (Fincen Paul Mayor) ada dalam tim perjuangan Provinsi Papua Barat Daya statusnya dimana dan kontribusi dia seperti apa,”ungkap Yanto dengan nada tanya.
Yang ketiga lanjut Yanto Ijie, bahwa MFPM ini pernah secara terbuka di media menolak kehadiran Provinsi Papua Barat Daya. Lantas sekarang ini MFPM muncul bicara Provinsi Papua Barat Daya. “Saya mau bilang, kalau hari ini misalkan mau maju Gubernur, DPD, DPR RI ya sebenarnya juga harus malu. Karena mau maju di provinsi yang pernah dia tolak,” beber Yanto Ijie.
Yanto kemudian mengambil contoh kasus, bahwa ia pernah bersama teman-teman di tahun 2006, menolak salah satu tokoh public , pejabat public yang ketika itu mau maju calon Gubernur Irian Jaya Barat (sekarang Papua Barat).
“Ada Kakak, beliau tokoh besar mau calon gubernur Irian Jaya Barat waktu itu, Kami Tim 13 bersama sebagian dari masyarakat Sorong menolak beliau di Bandara DEO Sorong waktu itu. Kami tolak karena beliau tidak pernah terlibat dalam proses pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat waktu itu.
Kami terang-terangan menolak beliau tetapi beliau tidak melaporkan kami ke polisi atau kepada penegak hukum soal aksi penolakan ini,”cetus Yanto.
Menurut Yanto Ijie, sebagai public figur, kritik dan oto kritik itu hal biasa dalam membangun demokrasi bangsa.
“Artinya jika saya mengkritisi maka saya juga harus siap oto kritik dari siapa saja yang intinya argumentasi atau topiknya tidak keluar dari pemberitaan sehingga argumentasi opini kita terukur dan terarah,”paparnya.
Karena itu, lanjut dia , ketika dirinya mengkritisi MFPM lewat media, mestinya MFPM menggunakan hak jawab di media untuk memberikan oto kritik kepada dirinya atas kritikan dia kepada MFPM dengan tidak keluar dari argumentasi atau topik kritikan yang diperdebatkan atau telah bergulir di depan publik.
“Yang terjadi saudara MFPM bersama kelompoknya lebih cenderung menyerang bahwa ada unsur pencemaran suku tertentu, baiklah itu menurut mereka, tetapi nanti dibuktikan lewat alat bukti yang saya sudah serahkan kepada polisi, sehingga pihak polisilah yang akan menilai ada unsur pidana atau tidak,”pungkasnya.
Terakhir Yanto berseloroh bahwa pihak MFPM jangan main perintah bilang ‘tangkap’, tidak seperti itu karena polisi punya SOP. “Jangan kita pakai gaya premanisme, mari kita professional dan menunjukkan kualitas intelektual kita dalam menghadapi setiap masalah,” tutup Yanto Ijie Ketua Fopera Papua Barat Daya.