Fopera Sarankan Tokoh Golkar Sudahi Polemik Pencalonan Septinus Lobat

Berita, Nasional617 Dilihat

Septinus Lobat sebagai warga negara Indonesia dia punya hak. Sebagai orang asli Papua dan orang asli suku Moi dia punya hak yang dilindungi oleh undang-undang Otsus. Kami berharap polemik ini tidak usah dibesar-besarkan. Tidak usah dipersoalkan,” ____Yanto Ijie

 

SORONG, PBD (OikoNews)- Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) menyarankan agar polemik terkait pencalonan Septinus Lobat, SH.,MPA sebagai bakal calon Walikota Sorong periode 2024-2029 , melalui partai Golkar sebaiknya disudahi.

Ketua Umum Fopera Papua Barat Daya, Yanto Ijie menyatakan beberapa hari terakhir ini publik di Kota Sorong dan Papua Barat Daya ramai oleh pemberitaan media massa yang menyoal tentang keikutsertaan Pj Walikota Sorong Septinus Lobat merebut rekomendasi(tiket) dari Partai Golkar menuju Pilkada Walikota Sorong.

“Terkait adanya rekomendasi atau surat tugas dari salah satu partai besar (Golkar) kepada Pj Walikota Sorong Septinus Lobat untuk maju sebagai bakal calon Walikota Sorong melalui partai tersebut, kami dari Fopera Papua Barat Daya sangat mendukung dan mengapresiasi kebijakan partai besar itu untuk mengusung pak Lobat. Kenapa kami apresiasi? Karena kami Fopera selama ini bicara terkait dengan Orang Asli Papua(OAP),” ungkap Yanto kepada awak media di Sorong, Rabu (10/04/2024).

Dia menegaskan bahwa dalam konteks melindungi dan memperjuangkan hak-hak politik atau hak-hak dasar orang asli Papua, pihaknya (Fopera) sangat mengapresiasi kebijakan atau keputusan DPP partai Golkar terhadap salah satu intelektual, tokoh muda anak asli Papua yaitu Septinus Lobat.

“Septinus Lobat sebagai warga negara Indonesia dia punya hak, sebagai orang asli Papua dan orang asli suku Moi dia punya hak yang dilindungi oleh undang-undang Otsus. Kami berharap polemik ini tidak usah dibesar-besarkan. Tidak usah dipersoalkan. Sepanjang niat beliau mau dan beliau hadir karena undangan resmi dari DPP Partai Golkar, ya tidak perlu dipersoalkan,” kata Yanto menyarankan.

Kemudian kata Yanto lagi, perdebatan soal Septinus Lobat ini harus feer kepada semua yang lain. “Karena kami melihat di daftar itu ada sekitar 11 orang yang juga ada sebagai pejabat publik, pejabat pemerintah. Kenapa tidak disoroti atau dipersoalkan kandidat yang juga pejabat pemerintah, tetapi kok hanya Septinus Lobat yang disoroti. Di daerah lain misalnya Tambrauw, Maybrat yang masih pejabat aktif tidak di soroti, kenapa hanya Septinus Lobat yang disoroti. Ini ada apa?. Kami menyarankan juga kepada seluruh tokoh-tokoh politik di daerah, janganlah membunuh karakter ,  karier atau masa depan dari generasi muda kita. Sepanjang mereka mempunya kesempatan untuk berkarier di politik mari kita sama-sama memberikan support. Bukan membunuh dan membinasakan kesempatan mereka meraih masa depan di tanah ini,” tandas Yanto.

“Sekali lagi kami mau tegaskan bahwa Fopera selama ini dan sampai kapan pun akan menyuarakan perlindungan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua. Jadi Septinus Lobat itu adalah orang asli Papua, dari suku Moi yang dilindungi oleh undang-undang Otsus. Dia punya hak. Silahkan maju saja asalkan memenuhi prosedur dan aturan. Sepanjang dia mendapat dukungan ya kita sebagai anak bangsa juga sebagai orang asli Papua musti memberikan dukungan penuh. Tidak usah saling mencekal atau menkomplain,” imbuh dia.

Terkait undangan kepada Septinus Lobat ke kantor pusat Golkar, Ketua Fopera Yanto Ijie menyatakan itu undangan resmi oleh DPP partai Golkar, jadi wajar Septinus Lobat harus hadir.

“Kami melihat dalam surat tugas itu ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum Partai Golkar. Artinya ini sah. Sekalipun DPD I menganggap itu tidak sah tetapi itu mekanisme mereka. Harapan kami adalah sebagai tokoh-tokoh daerah di Papua, mari kita memberikan dukungan kepada generasi muda kita yang nantinya akan melanjutkan tongkat kepemimpinan atau tongkat estafet di Papua Barat Daya dan Kota Sorong. Ingat bahwa kita ini termakan oleh waktu. Kekuasaan,kepemimpinan kita dibatasi oleh waktu. Suatu ketika kita akan selesai, kita harus siapkan generasi baru lagi,” katanya mengingatkan.

“Untuk membangun tanah papua kita tidak boleh mengkotak-kotakan diri. Sebagai orang asli Papua siapa saja punya hak. Sepanjang dia menjadi warga negara republik Indonesia dia punya hak untuk mengabdikan dirinya, membuat karýa-karyanya di tanah ini,” pungkas Yanto Ijie.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *