“Saat ini masih banyak presepsi keliru yang terbentuk dimasyarakat akibat konten hoax di media sosial, salah satunya terkait daftar 144 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit,” kata Abdul Kadir Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan
Sorong, PBD (OikoNews)-Hingga saat ini jumlah peserta JKN telah mencapai sekitar 277,5 jiwa atau 98,25% dari total penduduk Indonesia, sehingga sinergi dan kolaborasi dengan instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk dengan para mitra fasilitas kesehatan sangat dibutuhkan demi optimalnya pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi peserta JKN.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir, pada kegiatan Mentoring Spesialis Kepada Dokter Layanan Primer di Wilayah Kota dan Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Indonesia (PERHATI-KL), Rabu (30/04).
Abdul Kadir menyampaikan bahwa, saat ini masih banyak presepsi keliru yang terbentuk dimasyarakat akibat konten hoax di media sosial, salah satunya terkait daftar 144 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit.
Dia mengatakan keputusan untuk merujuk atau tidak nya pasien ke rumah sakit merupakan personal justmen Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dengan mempertimbangkan indikasi medis maupun kelengkapan sarana pendukung yang ada di FKTP.

Dia mencontohkan, walapun kondisi pasien hanya mengalami serumen obturan (kotoran telinga menumpuk/menyumbat liang telinga menyebabkan gangguan pendengaran/rasa tertekan di telinga) atau corpus alienum (benda yang tidak seharusnya berada di telinga, tetapi masuk dan terperangkap di dalam telinga) dan di Puskesmas tersebut tidak ada peralatan serta pasiennya anak kecil, maka pasien dapat dirujuk ke rumah sakit dan dapat ditanggung BPJS Kesehatan.
“Jadi terkait indikasi medis yang memutuskan adalah personal justmen dari dokter. Namun jangan juga disalah artikan, jika sakitnya hanya gatal-gatal atau penyakit ringan lainnya maka dapat langsung ditangani di Puskesmas,” ungkapnya.
Dia menerangkan, pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan berusaha membuka layanan kesehatan di seluruh Provinsi maupun Kabupaten Kota di seluruh Indonesia, dengan mendistribusikan berbagai fasilitas canggih seperti Cath Lab maupun CT scan atau Computed Tomography Scan termasuk pada RSUD di Kota dan Kabupaten Sorong.
Hal ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung maupun kanker karena dapat segera ditangani di Sorong tanpa harus dirujuk ke luar daerah. Tantangan terbesar saat ini adalah ketersedian Sumber Daya Manusia (SDM) maupun dokter spesialis, karena walaupun telah tersedia rumah sakit dan alat yang canggih namun tidak ada SDM nya, maka semua tidak akan berjalan. Termasuk ketersediaan dokter spesialis THT yang saat ini hanya berjumlah tiga orang untuk melayani se Sorong Raya.
“Strateginya adalah RSUD agar dapat melakukan mapping (pemetaan) kebutuhan dokter spesialis dan merekomendasikan beasiswa kepada para dokter umum yang ada di Sorong. Saya siap bantu memfasilitasi, namun dengan syarat sedapat mumgkin merupakan anak daerah, sehingga memiliki pertimbangan yang kuat, jika telah selesai pendidikan spesialis wajib kembali melakukan praktik di daerah Sorong. Dukungan pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan dalam ketersedian dokter,” imbuh dia .
Lebih lanjut Abdul Kadir mengatakan, kegiatan Mentoring Spesialis kepada Dokter Layanan Primer ini merupakan wujud nyata dari komitmen BPJS Kesehatan bersama PERHATI-KL untuk meningkatkan kompetensi dokter di FKTP dalam penanganan kasus THT. Pelatihan ini diharapkan dapat menambah wawasan para peserta, sehingga penanganan kasus yang sederhana, dapat langsung di layanani pada tingkat primer demi pelayanan yang lebih cepat dan tepat kepada para pasien.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Bupati Kabupaten Sorong, H. Ahmad Sutedjo menyampaikan, akses layanan di Provinisi Papua belum merata. Pada wilayah Indonesia timur, sering kali dihadapkan dengan tantangan besar dalam hal keterjangkauan layanan kesehatan spesialis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infrastruktur yang terbatas, jumlah tenaga medis yang belum tercukupi, minimnya fasilitas kesehatan dan ketersediaan dokter spesialis. Salah satu bidang kesehatan yang masih membutuhkan perhatian khusus adalah telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher.
“Penyakit di bidang ini sering diabaikan atau tidak didiagnosis dengan baik terutama di daerah pinggiran atau daerah pedalaman. Akibatnya masyarakat tidak mendapatkan penanganan yang tepat sehingga dapat berpotensi menurunkan kualitas hidup,” ucapnya.
Ahmad melanjutkan, Kabupaten Sorong sebagai salah satu wilayah strategis di Provinsi Papua Barat Daya memiliki potensi untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik, namun tantangan berupa kurangnya akses layanan spesialis THT masih menjadi kendala utama. Di sisi lain, rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan di daerah THT juga turut menjadi tantangan. Hal ini menuntut adanya langkah nyata untuk memberikan edukasi pelayanan dan dukungan kepada masyarakat serta tenaga kesehatan khususnya di Kabupaten sorong.
“Atas nama pemerintah daerah saya mengucapkan terima kasih kepada PERHATI dan BPJS Kesehatan yang telah melaksanakan kegiatan ini. Semoga edukasi dan pelatihan bagi tenaga medis ini dapat memberikan dampak bagi pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat di Papua Barat Daya khususnya di Kabupaten Sorong,” pungkasnya.(*)