Serikat Buruh Minta Pemprov PBD Hadirkan PHI Untuk Melindungi Hak Para Buruh

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Pekerja Pejuang Lintas Khatulistiwa (Pelikha) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya segera menghadirkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) guna menjawab dan mengakomodasi hak para buruh.

Ketua DPD Pelikha Papua Barat Daya, Denisius Faruan, menjelaskan menyebutkan bahwa pentingnya menghadirkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di daerah ini sebagai bentuk konkret untuk melindungi seluruh kepentingan hak para buruh di wilayah itu.

Semangat dan komitmen untuk menghadirkan PHI ini, kata dia, merupakan aktualisasi dari aspirasi para buruh kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk segera menghadirkan PHI di provinsi ke-38 ini.

“Ini aspirasi kami yang telah kami sampaikan sebelumnya namun belum terjawab yakni soal PHI di provinsi ini,” jelas dia di salah satu cafe di Kota Sorong, Sabtu (4/5/2024).

Sebab, menurut dia, pentingnya PHI di wilayah ini, karena wadah ini nantinya menjadi tahapan terakhir dalam sebuah proses inkra pengadilan untuk memutuskan perselisihan kepentingan buruh dengan perusahaan.

“Itu poin penting dari aspirasi kami, bahwa PHI segera mungkin harus dihadirkan di Papua Barat Daya supaya bisa mengakomodasi seluruh kepentingan para buruh ketika membutuhkan perlindungan terhadap hak-hak mereka,” ujarnya.

Dewan Pembina Pelikha dan juga anggota DPRD aktif di Kabupaten Sorong, Ishak Yable menyebutkan bahwa aspirasi untuk segera menghadirkan PHI merupakan satu upaya konkret dari Serikat Pelikha untuk membantu Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dalam rangka melindungi hak-hak para buruh di wilayah itu.

“Karena itu kami minta kepada Pj Gubernur Papua Barat Daya untuk segera mengusulkan ke Mahkama Agung terkait dengan kehadiran PHI di provinsi ke-38 itu,” jelas dia.

Pjs Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kota Sorong, Papua Barat Daya, Pinardi mengakui bahwa aspirasi menghadirkan PHI di Papua Barat Daya telah dibicarakan dengan dinas terkait.

“Kami terus mendorong sesegera mungkin adanya PHI di Papua Barat Daya karena ketika wadah itu belum ada maka urusannya ke Papua Barat yang menelan biaya cukup besar,” ujarnya.

Bahwa, ketika salah satu kasus tidak bisa diselesaikan secara tripartit, maka untuk menyidangkan anjuran itu harus dilaksanakan di PHI.

“Jadi kalau pengadilan itu ada di Manokwari, Papua Barat, ini memerlukan biaya yang cukup tinggi, karena satu kasus itu disidangkan paling cepat tiga kali, sementara mereka yang bersangkutan perlu tiket pergi pulang, penginapan, makan minum selama sidang berlangsung, anggarannya dibebankan kepada pekerja yang bersangkutan,” bebernya.

Menurut dia, proses menghadirkan PHI di Papua Barat Daya sangat panjang, karena hakim pun harus melalui seleksi dan tes, dan ini akan menjadi perhatian pemerintah setempat untuk tetap memprioritaskan aspirasi para buruh.

“Walaupun demikian kita akan tetap memperjuangan aspirasi itu, karena PHI itu penting ada di Papua Barat Daya,” harap dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *